Zina Merajalela, Al-Ustadz Muhammad Arifin Badri
Zina termasuk dalam perbuatan dosa besar. Di antara penyebab seseorang terjerumus ke dalam perbuatan yg nista ini, ialah karena rendahnya iman & moral masyarakat, serta saking gampangnya mempertontonkan aurat secara murah & vulgar, terutama yg terjadi di kalangan kaum wanita.
Sebagian faktor yg menyuburkan perilaku hina ini, ialah merajalelanya pergaulan bebas antara lelaki & perempuan. Tanpa takut dg beban dosa, seluruh inderanya menerawang menikmati segala sesuatu yg tdk halal baginya. Ini menjadi langkah pertama bagi seseorang terjerumus ke jurang perbuatan zina yg nista. Oleh karena itu, Allah & Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan agar manusia tdk terperangkap perzinaan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yg artinya:
"Katakanlah kepada laki-laki yg beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, & memelihara kemaluannya, yg demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yg mereka perbuat".
Dan katakan kepada wanita yg beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, & memelihara kemaluannya, & janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami / ayah, / ayah suami / putra-putra mereka / putra-putra suami mereka / saudara laki-laki / putra-putra saudara laki-laki / putra-putra saudari perempuan mereka, / wanita-wanita muslimah / budak-budak yg mereka miliki / pelayan-pelayan laki-laki yg tdk mempunyai keinginan (kepada wanita) / anak-anak yg belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yg mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yg beriman supaya kamu beruntung". (An-Nûr/24:30-31)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
كُتِبَ على بن آدَمَ نَصِيبُهُ من الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذلك لا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذلك الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ ( متفق عليه )
"Telah ditentukan atas setiap anak Adam bagiannya dari perbuatan zina, ia pasti melakukannya. Zina kedua mata adalah dg memandang, zina kedua telinga adalah dg mendengarkan, zina lisan adalah dg berbicara, zina kedua tangan adalah dg menggenggam, & zina kedua kaki adalah dg melangkah, sedangkan hati berkeinginan & berandai-andai, & kemaluan mempraktekkan keinginan utk berzina itu / menolaknya". (Muttafaqun 'alaih)
Para ulama menyatakan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memulai dg menyebutkan zina mata, karena zina mata adalah asal usul terjadinya zina tangan, lisan kaki, & kemaluan. Oleh karena itu, hendaklah kita senantiasa waspada & berusaha sekuat tenaga utk menjauhi perangkap-perangkap perzinaan, agar tdk terjerumus ke dalam perbuatan nista ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yg keji, & suatu jalan yg buruk" (Al-Isrâ`/17:32)
Zina itu sendiri merupakan hutang yg pasti harus ditebus, & tebusannya ada pd keluarga kita. Pepatah menyatakan:
عِفُّوْا تَعِفَّ نِسَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَبِرُّوْا أَبَاءَكُمْ يَبِرَّكُمْ أَبْناَؤُكُمْ
(Jagalah dirimu, niscaya istri & anakmu akan menjaga dirinya. Dan berbaktilah kepada orang tuamu, niscaya anakmu akan berbakti kepadamu).
Dalam pepatah Arab lainnya disebutkan:
الزِّنّا دَيْنٌ قَضَاؤُهُ فِي أَهْلِكَ
(Perbuatan zina adalah suatu piutang, & tebusannya ada pd keluargamu).
Kita seyogyanya bertanya kepada hati nurani masing-masing, relakah bila anak gadis kita, / saudara wanita, / ibu kita dizinai oleh orang lain? Bila tdk rela, maka janganlah berzina dg anak / saudara wanita / ibu orang lain! Bila anda telah tega menzinai anak / saudara wanita / ibu seseorang, maka semenjak itu, ingatlah selalu, pd suatu saat perbuatan yg serupa akan menimpa anak gadis anda / saudara wanita anda, / bahkan ibu anda!
Atas dasar itu, hendaklah kita senantiasa berpikir panjang bila tergoda setan utk melakukan perbuatan zina, baik zina kemaluan, zina pandangan, / lainnya. Sebagaimana kita senantiasa mengingat pedihnya hukuman Allah di dunia & akhirat, sehingga kita tdk mudah terjerembab ke dalam lembah kenistaan ini.
HUKUMAN BAGI PEZINA
Salah satu bentuk hukuman yg diberikan Islam bagi pezina, selain dicambuk ialah diharamkannya menikah dengannya hingga kemudian ia bertaubat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
Salah satu bentuk hukuman yg diberikan Islam bagi pezina, selain dicambuk ialah diharamkannya menikah dengannya hingga kemudian ia bertaubat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
"Wanita-wanita yg keji adalah utk laki-laki yg keji, & laki-laki yg keji adalah utk wanita-wanita yg keji (pula), & wanita-wanita yg baik utk laki-laki yg baik, & laki-laki yg baik utk wanita-wanita yg baik( pula)". (An-Nûr/24:26)
Sebagian ulama ahli tafsir menyatakan, ayat ini ada kaitannya dg ayat ke-3 surat an-Nûr, yaitu firman Allah Ta'ala, yg artinya: Lelaki yg berzina tdk mengawini melainkan perempuan yg berzina, / perempuan yg musyrik, & perempuan yg berzina tdk dikawini melainkan oleh lelaki yg berzina / lelaki yg musyrik, & yg demikian itu diharamkan atas orang-orang yg beriman.
Sehingga penafsiran ayat ini menunjukkan, laki-laki yg tdk baik, pasangannya adalah wanita yg tdk baik pula. Sebaliknya, wanita yg tdk baik, pasangannya ialah orang yg tdk baik pula. Haram hukumnya bagi laki-laki yg baik / wanita yg baik menikahi wanita / lelaki yg tdk baik.
Sebagian ulama menjabarkan penafsiran ini secara lebih jelas: "Barang siapa yg menikahi wanita pezina yg belum bertaubat, maka ia telah meridhai perbuatan zina. Dan orang yg meridhai perbuatan zina, maka seakan ia telah berzina. Bila seorang lelaki rela andai istrinya berzina dg lelaki lain, maka akan lebih ringan baginya utk berbuat zina. Bila ia tdk cemburu ketika mengetahui istrinya berzina, maka akankah ada rasa sungkan di hatinya utk berbuat serupa? Dan wanita yg rela bila suaminya adalah pezina yg belum bertaubat, maka berarti ia juga rela dg perbuatan tersebut. Barang siapa rela dg perbuatan zina, maka ia seakan-akan telah berzina. Bila seorang wanita rela andai suaminya merasa tdk puas dg dirinya, maka ini pertanda bahwa iapun tdk puas dg suaminya".
KEWAJIBAN PELAKU PERZINAAN
Oleh karena itu, orang yg terlanjur terjerumus ke dalam perbuatan nista ini, hendaklah segera kembali kepada jalan yg benar. Hendaklah disadari, bahwa perbuatan zina telah meruntuhkan kehormatan & jati dirinya. Begitu pula hendaklah ia senantiasa waspada dg balasan Allah Ta'ala yg mungkin akan menimpa keluarganya.
Oleh karena itu, orang yg terlanjur terjerumus ke dalam perbuatan nista ini, hendaklah segera kembali kepada jalan yg benar. Hendaklah disadari, bahwa perbuatan zina telah meruntuhkan kehormatan & jati dirinya. Begitu pula hendaklah ia senantiasa waspada dg balasan Allah Ta'ala yg mungkin akan menimpa keluarganya.
Bila penyesalan telah menyelimuti sanubari, & tekad tdk mengulangi perbuatan nista ini telah bulat, istighfar kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa dipanjatkan; bila jalan-jalan yg akan menjerumuskan kembali ke dalam kenistaan ini telah ditinggalkan, maka semoga berbagai dosa & hukuman Allah Subhanahu wa Ta'ala atas perbuatan ini dapat terhapuskan. Lantas, bagaimana halnya dg hukuman dera / cambuk yg belum ditegakkan atas pezina tersebut, apakah taubatnya dapat diterima?
Ada satu kisah menarik pd zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Adalah Sahabat Mâ'iz bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu mengaku kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia telah berzina. Berdasarkan pengakuan ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar ia dirajam. Tatkala rajam telah dimulai, & Sahabat Maa'iz merasakan pedihnya dirajam, ia pun berusaha melarikan diri. Akan tetapi, para sahabat yg merajamnya berusaha utk mengejarnya & merajamnya hingga meninggal. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diberitahu bahwa Maa'iz Radhiyallahu 'anhu berusaha melarikan diri, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(هَلاَّ تَرَكْتُمُوْهُ لَعَلَّهُ أَنْ يَتُوْبَ فَيَتُوْبَ اللهُ عَلَيْهِ ) . أخرجه أحمد وأبو داود وابن أ بي شيبة
"Tidahkah kalian tinggalkan dia, mungkin saja ia benar-benar bertaubat, sehingga Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengampuninya?" (HR Ahmad, Abu Dawud, & Ibnu Abi Syaibah)
Berdasarkan hadits ini & hadits lainnya, para ulama menyatakan bahwa orang yg berzina, taubatnya dapat diterima Allah Subhanahu wa Ta'ala, walaupun tdk ditegakkan hukum dera / rajam baginya. Di antara yg menguatkan pendapat ini ialah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Dan orang-orang yg tdk menyembah sesembahan lain beserta Allah & tdk membunuh jiwa yg diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dg alasan yg benar, & tdk berzina; barang siapa yg melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat pembalasan atas dosanya. yaitu akan dilipatgandakan adzab untuknya pd hari Kiamat, & ia akan kekal dalam adzab itu dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yg bertaubat, beriman & mengerjakan amal shalih, maka kejahatannya diganti Allah dg kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al-Furqân/68-70)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Kejelekan yg telah lalu melalui taubatnya yg sebenar-benarnya akan berubah menjadi kebaikan. Yang demikian itu, karena setiap kali pelaku dosa teringat lembaran kelamnya, ia menyesali, hatinya pilu, & bertaubat (memperbaharui penyesalannya). Dengan penafsiran ini, dosa-dosa itu berubah menjadi ketaatan kelak pd hari Kiamat. Walaupun dosa-dosa itu tetap saja tertulis atasnya. Akan tetapi, semua itu tdk membahayakannya. Bahkan akan berubah menjadi kebaikan pd lembaran catatan amalnya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits-hadits shahîh, & keterangan ulama Salaf."
BOLEHKAH MENIKAH DENGAN PEZINA YANG SUDAH BERTAUBAT?
Menurut pendapat mayoritas ulama yg memiliki kredibilitas keilmuan, mereka membolehkan pernikahan dg pelaku perzinaan yg benar-benar telah bertaubat.
Menurut pendapat mayoritas ulama yg memiliki kredibilitas keilmuan, mereka membolehkan pernikahan dg pelaku perzinaan yg benar-benar telah bertaubat.
Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah berkata: "Ketahuilah, menurutku, pendapat ulama yg paling kuat ialah: bila lelaki pezina & wanita pezina telah berhenti dari perbuatan zina, mereka menyesali perbuatannya & bertekad tdk mengulanginya, maka pernikahan mereka sah. Sehingga seorang lelaki dibenarkan utk menikahi wanita yg pernah ia zinahi setelah keduanya bertaubat. Sebagaimana dibolehkan bagi orang lain utk menikahinya, tentunya setelah mereka bertaubat. Yang demikian itu, karena orang yg telah bertaubat dari dosa bagaikan orang yg tdk pernah melakukan dosa".
Bila pezina itu seorang wanita, & ia hamil dari hasil perzinaannya, maka utk dapat menikahinya disyaratkan hal lain, yaitu wanita itu telah melahirkan anak yg ia kandung, sebagaimana ditegaskan pd fatwa Komite Tetap Untuk Fatwa Kerajaan Saudi Arabia berikut: "Tidak dibenarkan menikahi wanita pezina & tdk sah akad nikah dengannya, hingga ia benar-benar telah bertaubat & telah selesai masa iddahnya".
APAKAH HARUS MENGAKUI MASA KELAMNYA KEPADA CALON PASANGAN?
Salah satu wujud dari taubat seseorang dari perbuatan dosa, ialah tdk menceritakan perbuatan dosanya kepada orang lain. Karena menceritakan lembaran kelam kepada orang lain merupakan pertanda lemahnya rasa malu, penyesalan & lemahnya rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan menceritakannya menjadi pertanda adanya kebanggaan dg perbuatannya yg nista itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Salah satu wujud dari taubat seseorang dari perbuatan dosa, ialah tdk menceritakan perbuatan dosanya kepada orang lain. Karena menceritakan lembaran kelam kepada orang lain merupakan pertanda lemahnya rasa malu, penyesalan & lemahnya rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan menceritakannya menjadi pertanda adanya kebanggaan dg perbuatannya yg nista itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ عَمَلاً بِاللَّيْلِ ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ . فَيَقُوْلُ: يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سَتْرَ اللهِ عَنْهُ .( متفق عليه )
"Setiap ummatku akan diampuni, kecuali orang-orang yg berterus-terang dalam bermaksiat. Dan di antara perbuatan berterus-terang dalam bermaksiat ialah, bila seseorang melakukan kemaksiatan pd malam hari, lalu Allah telah menutupi perbuatannya, akan tetapi ia malah berkata: "Wahai fulan, sungguh tadi malam aku telah berbuat demikian & demikian," padahal Rabbnya telah menutupi perbuatannya, justru ia malah menyingkap tabir Allah dari dirinya". (Muttafaqun 'alaih)
Pada hadits lain, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(اجْتَنِبُوْا هَذِهِ الْقَاذُوْرَةَ الَّتِي نَهَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا ، فَمَنْ ألم فَلْيَسْتَتِرْ بِسَتْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ يُبْدِ لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ الله)
"Jauhilah olehmu perbuatan-perbuatan nista yg telah Allah Azza wa Jalla larang, & barang siapa yg melakukannya, maka hendaknya ia menutupi dirinya dg tabir Allah Azza wa Jalla , karena barang siapa yg menampakkan kepada kami jati dirinya, maka kamipun akan menegakkan hukum Allah" (Riwayat al-Baihaqi & dihasankan oleh Syaikh al-Albâni)
Berdasarkan dalil ini & juga dalil lainnya, para ulama menyatakan, dianjurkan bagi orang yg telah terjerumus dalam perbuatan dosa agar merahasiakan dosanya itu & tdk menceritakannya. Oleh karena itu, tdk sepantasnya seorang wanita yg pernah berbuat zina & sudah bertaubat menceritakan masa silamnya kepada siapapun, termasuk kepada laki-laki yg melamarnya. Terlebih, bila wanita itu benar-benar telah bertaubat & menyesali dosanya. Karena yg wajib utk diceritakan kepada laki-laki yg melamar adalah cacat / hal-hal yg akan menghalangi / mengurangi kesempurnaan hubungan suami istri . Adapun perbuatan dosa, terlebih yg telah ditinggalkan & telah disesali, maka tdk boleh diceritakan, karena siapakah dari kita yg tdk pernah berbuat dosa?
PENUTUP
Pada kesempatan ini, saya merasa perlu utk mengingatkan saudara-saudaraku, agar senantiasa menjadikan pasangan hidupnya sebagai cermin dari jati dirinya. Bila anda menjadi marah / benci karena mengetahui adanya kekurangan pd pasangan anda, maka ketahuilah, anda pun memiliki kekurangan serupa / lainnya, yg mungkin lebih besar dari kekurangannya.
Pada kesempatan ini, saya merasa perlu utk mengingatkan saudara-saudaraku, agar senantiasa menjadikan pasangan hidupnya sebagai cermin dari jati dirinya. Bila anda menjadi marah / benci karena mengetahui adanya kekurangan pd pasangan anda, maka ketahuilah, anda pun memiliki kekurangan serupa / lainnya, yg mungkin lebih besar dari kekurangannya.
Bila anda merasa memiliki kelebihan yg tdk dimiliki oleh pasangan anda, maka ketahuilah, ia pun memiliki kelebihan yg tdk ada pd diri anda. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berpesan kepada kita dg sabdanya:
لا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مؤمنة إن كَرِهَ منها خُلُقًا رَضِيَ مِنْهاَ آخَرَ
"Janganlah seorang mukmin membenci wanita mukmin, bila ia membenci suatu perangai darinya, niscaya ia suka dg perangai yg lain" (Muslim)
Demikianlah, seyogyanya seorang muslim bersikap & berfikir, tdk sepantasnya bersifat egois, hanya suka menuntut, akan tetapi tdk menyadari kekurangan yg ada pd dirinya sendiri. Bila kita menuntut agar pd diri calon pasangan kita memiliki berbagai kriteria yg sempurna, maka ketahuilah, calon pasangan kita pun memiliki berbagai impian tentang pasangan hidup yg ia dambakan. Karenanya, sebelum kita menuntut, terlebih dahulu wujudkanlah tuntutan kita pd diri kita sendiri. Dengan demikian, kita akan dapat berbuat adil & tdk semena-mena bersikap & dalam menentukan kriteria ideal calon pasangan hidup.
Semoga pemaparan singkat ini bermanfaat bagi kita, & semoga Allah Ta'ala mensucikan jiwa kita dari noda-noda kenistaan. Wallahu Ta'ala A'lam bish-Shawab.
(Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016)
__ Footnotes
. Lihat Fathul-Bâri, Ibnu Hajar al-Asqalâni (11/504) & Faidhul-Qadîr, al-Munawi (2/247).
. Majmu' Fatâwâ, Ibnu Taimiyyah, 15/315-323.
. Lihat Tafsîr ath-Thabari, Ibnu Jarir (18/108), Tafsîr al-Qurthubi (12/211), Majmu' Fatâwâ, Ibnu Taimiyyah (15/322), & Tafsîr Ibnu Katsîr (3/278).
. Tafsîr Ibnu Katsîr, 3/328.
. Adhwâ'ul-Bayân, Muhammad al-Amîn asy-Syinqithi, 5/429.
. Majmu' Fatâwâ, Lajnah ad-Dâ`imah, 18/383, fatwa nomor 17776.
. Lihat asy-Syarhul-Mumti', Ibnu 'Utsaimîn, 12/203.
Penulis: Al-Ustadz Muhammad Arifin Badri & diterbitkan oleh almanhaj.or.id
__ Footnotes
. Lihat Fathul-Bâri, Ibnu Hajar al-Asqalâni (11/504) & Faidhul-Qadîr, al-Munawi (2/247).
. Majmu' Fatâwâ, Ibnu Taimiyyah, 15/315-323.
. Lihat Tafsîr ath-Thabari, Ibnu Jarir (18/108), Tafsîr al-Qurthubi (12/211), Majmu' Fatâwâ, Ibnu Taimiyyah (15/322), & Tafsîr Ibnu Katsîr (3/278).
. Tafsîr Ibnu Katsîr, 3/328.
. Adhwâ'ul-Bayân, Muhammad al-Amîn asy-Syinqithi, 5/429.
. Majmu' Fatâwâ, Lajnah ad-Dâ`imah, 18/383, fatwa nomor 17776.
. Lihat asy-Syarhul-Mumti', Ibnu 'Utsaimîn, 12/203.
Penulis: Al-Ustadz Muhammad Arifin Badri & diterbitkan oleh almanhaj.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar